Karena Kucing

“Kulonuwun.”
“Monggo..”

Pagi ini dua orang petugas jentik dari puskesmas datang ke rumah. Mereka mengecek tempat-tempat yang rentan menjadi tempat perkembangbiakan jentik nyamuk.

Saat kubuka lebar pintu rumah, Chimmy, Noty, Jjiri, Trico, empat kucing kecil yang setiap pagi makan di rumahku, menyambut kedatangan mereka.


Chimmy, Noty, Trico minus Jjiri—foto beberapa hari yang lalu
  

Setelah menanyakan identitas beserta jumlah keluarga yang tinggal di rumah, mereka melakukan pengecekan.
“Wah, kucingnya banyak, ya, Mbak.”
Nggih niki, Bu.”
“Mbak, saya lihat kamar mandi, ya.”
Monggo, Bu, ngapunten rumahnya agak berantakan.”

Ibu pertama mengecek kamar mandi, ibu kedua mengecek air di bawah galon. Oh My God, aku bahkan nggak pernah mengecek kondisi air di bawah galon. Beruntungnya, tidak ada air menggenang di bawah galon, kondisi ember air kamar mandi tertutup, dan ember kosong terbalik. Kami memang sedang mencoba membiasakan menutup ember mandi dan membalikkan ember-ember kosong, jadi meminimalkan potensi adanya air terbuka. Okay, that was safe. Rumah juga sudah aku bersihkan tadi pagi, jadi no worries.

Ibu petugas juga menanyakan sampah dimana, kujawab kuletakkan di dalam tapi setiap sore dibuang, di samping pasar atau di Meranti, begitu jawabku saat ditanya tempat pembuangannya.

This was it. Sebelum mereka pulang, mereka bilang,

“Kalau belum punya anak, jangan main-main sama kucing, Mbak.”
“Apalagi sampai dielus-elus.”
“Nanti kena Tokso, nanti bisa bikin nggak punya anak.”
Aku hanya menjawab, “Nggih, Bu.”

Sepulang mereka berdua, aku merasa marah, aku sedih, aku kecewa dengan perkataan mereka. I mean, mereka tidak menggunakan kata-kata yang tepat bagi seorang petugas kesehatan yang akan mengingatkan orang lain, like, they already know what’s gonna happen; nanti, nanti, nanti. WTF! Aku marah banget, swear. 
Mereka, kan, bisa mengingatkan dengan bahasa yang lebih, sorry, ilmiah. Mereka nggak tahu, what I’ve been through this past a year and a half. Bahkan sebelum aku menampung dan memberi makan kucing-kucing lucu ini, aku memang belum anticipating. And suddenly they came and brought me down with their unscientific words..

Niatku memberi makan kucing-kucing itu tulus. Mereka kelaparan. Mereka tidak dimiliki siapapun. Aku menyukai mereka, lalu karena uang kami cukup untuk membeli makanan kucing, kubelikan dan kuberikan untuk kucing-kucing lucu itu setidaknya tiga kali sehari seperti bagaimana aku makan. Apakah sekarang aku harus takut berdekatan dengan mereka karena ucapan petugas tadi? Atau aku harus bagaimana?


Post a Comment

0 Comments