A Moment to Remember



Ehm.
Malam itu terasa hangat, meski aku hanya seorang diri. Hanya suara televisi yang meramaikan rumah mungil ini, yang sedari tadi kuacuhkan saja. Terang saja, mana bisa aku lebih memilih memperhatikan kotak besar itu bila ada dia yang menemaniku meski berkilo-kilo jaraknya.

Semakin lama konsentrasiku tak tertuju pada televisi lagi. Ah, rupanya sulit menerka bahwa malam ini seketika akan menjadi malam yang paling dingin yang pernah kulewati, ditemani dengan seember air mata yang tumpah tiada habisnya dari pelupuk mata.

Yah, tepat setahun yang lalu saat aku mengetik. ('o') LOE (',') GUE = (˛) END. He cut me down. It had been planned well, good job, boy! Aku merasa menjadi orang tersedih, termelow, termalang, ter-yang sejenis itulah pokoknya. Hatiku hancur lebur. Patah, tak hanya menjadi dua bagian, namun parahnya-berkeping-keping.

Baru sekali aku mengalami putus cinta. Kuharap itu yang pertama dan terakhir. Sindrom itu terus menghantui sepekan sejak hari itu. Air mataku tumpah sia-sia. Kalau saja aku putri duyung, air mataku malah akan menjadikanku jutawan dadakan karena produksi mutiara yang berlebihan. Hhaha. Tapi-yah-aku manusia biasa. Saking kerennya sindrom patah hatiku waktu itu, seminggu penuh dia menjadi tokoh utama dalam opera bunga tidurku. Keren, kan? Jelas! Hhaha.

The game is over. You win and I loose.

Oke, oke, oke, cukup. Sudah setahun yang lalu dan aku sudah bangkit lagi beberapa bulan setelah itu. sulit pada awalnya, namun aku bisa. Yah, AKU BISA. Meski aku menulis ini, bukan berarti aku masih mengingat-ingatnya. Aku ingat hari ini saat menulis diary dan mengetik tanggalnya. INGAT BUKAN BERARTI MASIH MENYAYANGI. (yakin, aku sampe heran sendiri setiap apa pun yang mengingatkanku sama dia, uda ngga ngrasain apa apa lagi, kayak udah ketelen bumi gitu, that's good, isn't that?) Seseorang memang tak bisa dilupakan, right? Mencoba melupakan orang yang sudah dikenal sama saja dengan mencoba mengingat wajah orang yang tak kita kenal. (Bener gitu ngga, sih?) Masih ingat, namun perasaan telah berubah, tak sama seperti dulu. Faktanya itu membuatku tak hentinya mengucap syukur sekarang.

Dulu aku memang kolot, ehm, super kolot sampai-sampai berpikir apakah aku bisa menjalin ikatan dengan orang lain lagi. Hatiku tertutup. Benar-benar tertutup, membayangkannya saja membuat bulu kudukku berdiri. Jatuh cinta dan dicampakkan. Nampaknya saat itu aku masih terlalu kecil untuk memahami bahwa patah hati adalah resiko jatuh cinta. Pertemuan dan perpisahan merupakan dua hal yang saling mengiringi satu sama lain. 


Faktanya dulu memang aku sangat kecewa. Aku merasa tersakiti lebih karena dia tak mampu mempertahankanku, bukan karena ia memutuskan hubungannya denganku. Sumber inspirasi selama hampir dua tahun, yang membuatku selalu mampu mendaki hingga puncak prestasi selama tiga semester.

Sebenarnya ada dua hati yang mencoba memasuki celah-celah hatiku yang sudah keropos. Hampir bersamaan, bisa dibilang bersamaan malah. Aku tak mampu mengungkapkan, yang jelas hatiku masih meragu, tak memilih siapa pun. Semua tak mampu menembus celah itu. Dan untuk mereka yang tersakiti karenaku, maaf. Menerima pada saat itu juga percuma, mungkin hanya akan menjadi pelarian, aku tak mau bermain-main dengan komitmen. Lagipula, menerima yang satu dan mengacuhkan yang lain rasanya tak adil. Aku tak bisa memaksakan perasaanku bila nantinya yang didapat hanya cinta palsu.

Sempat aku menaruh hati pada seseorang, yang ternyata kusadari hanya perasaan kagum semata, dan sekadar menjadi obsesi yang tak sampai, cinta dalam hati, mengantarkanku pada hari-hari yang penuh mimpi semu. Semua itu menjadikanku seperti seekor pungguk1 yang merindukan bualan. Eh, bulan maksudku. Yang hanya melihat saja kerjaannya. Hha. What a fool. Untungnya aku segera terbangun dari bunga tidur-yang wanginya hanya menghipnotisku dan bisa saja menjadikanku pungguk sungguhan-sebelum terperosok lebih dalam hingga menjadi mimpi buruk.

Menjalani hari-hari sebagai seorang gadis ijolumut. Do you know ijolumut? Ikatan Jomblo Lucu dan Imut. Hha. Maksa tapi emang iya. Iya ngawurnya. I felt so free. Dan seneng aja ngejalaninnya. Yakin kata-kata beberapa teman, "Nggak usah pusing nyari pacar, ntar kalo udah waktunya juga datang sendiri yang lain." Kuyakini, ditambah dengan seuntai kalimat yang begitu bijaknya, Tuhan mengirim orang yang salah sebelum yang benar. Kurang lebih begitu, lupa-lupa ingat, kalau salah ya, maafkanlah saya yang rada pelupa.

Misi "MENGUBAH PERASAAN" sukses berat, tanpa menjadikannya musuh hati.

Beberapa lamanya hatiku 'terkunci', rasanya pengap dan gerah. Nggak enak juga. Perlahan mulai membuka hati. Membuang kuncinya entah kemana hingga berharap seseorang mampu menemukan dan mengembalikannya.

Hari demi hari kulalui, dan aku menyadari bahwa perasaan sesaat sempat menghampiri seseorang. Itu dulu. Aku ingin bunga yang mampu menebarkan wangi dalam kenyataan, bukan mimpi saja. Dan seseorang yang lain mungkin telah menawarkannya. Aku tak tahu apakah benar wangi itu untukku, yang pasti aku mulai berharap bahwa itu memang untukku dan aku telah merasakan sedikit demi sedikit keharumannya.

Lama kelamaan aku mulai tertarik, meski pada awalnya tak kurasa apapun, tak mengenalnya. Aku merasakan jatuh cinta2. Merasakan kedekatan yang semakin bertambah setiap harinya. Namun semakin lama, aku pun merasa semakin takut. Akankah mimpi buruk yang sama datang lagi? Kembali merasa rindu tanpa kata.

Malam yang tak pernah usai
Membimbingku menuju bayangmu
Hati kecil bersenandung lirih
Lagu rindu persembahan kalbu

Sekelumit pesan yang kau kirim
Mengingatkanku kan langit kelam
Yang semestinya kupandang
Dan berharap bulan teranginya

Kutanya cinta, adakah namaku di hatinya?
Ingin namun kutak mampu
Haruskah tetap kusimpan di hati saja?
Ingin rasa ini kau tahu
Ada rindu walau tanpa kata

Saat kujauh dari dirimu
Rasa hati kini kian menggebu

Sebuah nada yang kan kualunkan
Sebagai ungkapan rasaku
Yang tiada kuasa kuucap
Meski hanya berkata kurindu

Adakah namaku tertoreh di sana?
Akankah selamanya ataukah sementara?
Semoga selalu ada

Merasa hatiku akan segera penuh kembali saat seseorang baru mulai datang mengisi gelas kosong yang kubawa, mungkin berarti aku telah mendapat sepotong hati lain yang bisa melengkapi hatiku. Aku ragu atas kenyataan ini. Berharap bukan mimpi. Ini semacam jatuh cinta atau hanya kagum sejenak ?

 aku tetap bertahan. Agaknya kali ini perasaanku berkata akan ada hal lain yang terjadi, aku tak merasa ragu. Merasa setiap langkah yang kuambil hanya untuk melihatnya. Hingga rindu yang menusuk pun pernah kurasa. Romantis? Iya, tapi menyakitkan saat aku tak mampu mengungkapkan dan hanya membiarkannya membusuk dalam hati. Baunya kemana-mana. Dan akhirnya pesan-pesan rindu itu kubuang dalam tempat sampah.

Aku terlena. Rasa takut yang dahulu menggunung tak lagi mendapat tempat, tergusur. Perlahan menjalin cerita baru dalam warna baru. Berjalan berdua dengannya sambil menatap senyumnya. Aku tahu bahwa aku selalu menginginkan untuk jumpa dirinya dan menatap bola matanya untuk menemukan suatu pancaran yang berbeda. Namun aku juga tak dapat menyangkal bahwa rasa senangku tak selayak anganku biasanya. Aku benar-benar jatuh lagi. Jatuh cinta.

Hingga suatu kali rasa takut itu muncul lagi. Akankah itu menjadi harapan yang semu? Jelas aku tak mau. Sakit hati untuk yang kedua kali karena salah berharap kali ini? Tapi aku lemah, meski bukan tak berdaya. Secara diam-diam memang ia mulai mencuri hatiku dan aku membiarkannya. Tak peduli bagaimanapun ending-nya, biarlah kisah ini berlanjut. Waktulah yang memegang kunci atas rahasia di balik pintu hatinya.

And finally..

Aku sampai di bagian ku terpana. Bukan keterpanaan tanpa arti. Mengukir senyum dan merasakan betapa dunia terasa indah dalam sekejap. Malam itu. Merasakan semua kembang api bertaburan di langit-langit hatiku. Ungkapan perasaan. Perjalanan ini belum usai, bahkan ini permulaan, meski kuyakin dialah yang menemukan kunci hatiku yang sempat kubuang.

Kini sepenuhnya perahuku kulabuhkan hanya di dermaga hatinya. Jaga hatiku, karena hatiku tak kuberikan pada sembarang orang.

*Tak tahu seperti apa senyumku terlihat sekarang, yang pasti aku ingin tersenyum untukmu..
  

Post a Comment

0 Comments