Terima Kasih, Guru-Guruku..

I don't know how and where to start. 
Cerita-cerita saja, ya, tentang guru-guruku sejak TK.

Image from Efraimstochter

TK

Ada trio Bu Tatik, Bu Ari, dan Bu Rianti yang mengajar aku di TK. Tapi, aku nggak terlalu ingat seperti apa masa-masa TKku. Sudah lama bangeeeeet. Yang pasti, aku masih sering berpapasan dengan beliau bertiga karena lokasi TK dekat sekali dengan rumahku. Satu yang selalu aku herankan, wajah guru-guru tidak pernah berubah.

SD

Bu Ning, Bu Maryati, Bu Andri, Bu Anik, dan Pak Mul adalah guru-guruku saat SD. Namun, ada dua guru yang paling berkesan, Bu Marfu'ah (guru PAI) dan Bu Nanik (guru kelas 5 dan 6). 

Bu Marfu'ah bisa kubilang guru yang paling penyabar, penyayang, dan peduli. Banyak hal berkesan yang sampai saat ini masih aku ingat. Di sekolah, beliau adalah pembimbing agamaku. Beliau pernah membawaku untuk menjadi runner-up di lomba mata pelajaran PAI tingkat Kec. Ambarawa waktu itu. Something I never expected before. Itu adalah piala akademik pertama yang pernah aku persembahkan kepada sekolah. 

Di luar sekolah, beliau yang telah mengabdi di SDku selama berpuluh-puluh tahun tak hanya sekadar menjadi pendidik di sekolah. Pada beberapa kesempatan saat lebaran, beliau selalu berkisah tentang perjalanan beliau, terlebih bagaimana beliau selalu bilang bahwa menjadi guru tak sekadar mengabdi pada sekolah, tetapi juga pada lingkungan dan masyarakat tempat beliau mengajar, meskipun beliau bukan warga daerah tersebut. Pada momen suka maupun duka di masyarakat, beliau selalu hadir. Tak terkecuali saat pernikahanku dan saat meninggalnya Ayahku.

Pesan, motivasi, doa yang selalu beliau rapalkan selalu terngiang dalam hati, membuatku ingin menjadi guru seperti beliau--meskipun aku masih berproses. 

Bu Nanik, guruku pada kelas 5 dan 6. Beliau ibu tangguh dan kuat. Tak hentinya memberi semangat kepada kami yang pada saat itu berada di kelas akhir. Beliau yang membimbingku mengikuti banyak perlombaan, dari lomba siswa teladan, lomba mapel, lomba geguritan, dan lain-lain. Namun, ada hal yang tak kami sangka. Bu Nanik, guru tersayang kami, harus pergi kembali ke pangkuan-Nya saat kami kelas 6. 

Suatu ketika, seperti tahun-tahun sebelumnya, peserta didik kelas 6 mengikuti kegiatan masak-memasak. Kami dibagi dalam kelompok-kelompok, membawa dan menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan untuk memasak di sekolah. Kami begitu senang, karena momen ini adalah salah satu momen terakhir sebelum lulus sekolah.  Saat memasak usai, kami sudah menyusun meja sedemikian rupa indahnya untuk makan bersama. Hingga saat seorang guru kami masuk dan mengabarkan bahwa Bu Nanik, yang hari itu tidak hadir karena sakit, pergi meninggalkan kami untuk selamanya. Kami menangis. Kami tahu Bu Nanik sakit, tapi tak pernah menyangka penyakitnya begitu parah. Saat itu juga, kami bersama-sama satu kelas pergi ke kediaman beliau di Ambarawa. Bu Nanik terlihat cantik dalam balutan kebaya terakhirnya. We'll never forget you, Ma'am!

SMP

Ada banyak guru yang sangat berjasa untukku saat SMP, khususnya guru-guru yang pernah mengajarku di kelas. Bu Dewa, Bu Marni, dan Bu Titin adalah tiga di antaranya. 

Bu Dewa adalah guru bahasa Inggrisku saat kelas 9. Aku nggak tahu bagaimana jadinya kalau saat itu Bu Dewa tidak mengajarku. 

Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran yang tidak kusukai awalnya. Dua tahun belajar bahasa Inggris di SMP (dan tiga tahun saat SD) tidak membuatku menyukainya. Akses terhadap hal berbahasa Inggris sangat kurang saat itu. Keluarga tidak ada yang berbahasa Inggris, jarang sekali buku berbahasa Inggris di perpustakaan, jarang pula akses film dan lagu berbahasa Inggris, ditambah belum adanya internet saat itu. Aku bisa apa? Haha.

Bu Dewa membuatku menjadi paham dasar-dasar bahasa Inggris yang harus aku kuasai. Beliau sangat disiplin dan tegas di kelas. Namun, itu yang membuatku termotivasi untuk belajar lebih giat. Setiap materi yang akan dipelajari besok, harus aku pelajari dulu malam harinya. That's why, saat program tutor sebaya dilaksanakan, aku menjadi tutor sebaya untuk pelajaran bahasa Inggris, dan nilai tertinggi dalam Ujian Nasionalku adalah Bahasa Inggris. 

Bu Marni, guru Bahasa Indonesia yang sangat kukagumi. Beliau yang membuatku menjadi pengamat dan pecinta bahasa Indonesia (ceileeehh). Aku menjadi senang belajar tata bahasa, EYD, memeriksa ejaan sebelum menulis, dan lain-lain. Aku menjadi seseorang yang suka membaca dan menulis pun salah satunya karena beliau. Kalau pas nulis ini masih ada yang salah, ya tolong maafkeun, aku masih belajar.

Sejak SMP, aku senang mengunjungi perpustakaan sekolah dan daerah. Tahu buku seperti apa yang kubaca saat itu? Buku-buku sastra dari angkatan Balai Pustaka hingga 2000. Ya, meskipun aku juga mulai membaca buku-buku impor saat itu, seperti seri Harry Potter.

Pernah beberapa kali saat sudah bekerja, aku membaca surat resmi dengan penulisan yang salah, sampai-sampai aku mencetak, mencoret, dan membetulkan bagian yang salah. Haha, seperti kurang kerjaan, ya. Aku sampai ikut kelas penulisan surat resmi dan beberapa kelas bahasa Indonesia lain yang diselenggarakan oleh Ivan Lanin supaya aku yakin itu salah. Hahaha. Ya nggak juga sih, supaya dapat ilmu lebih banyak.

Bu Titin adalah guru Matematika favoritku. Beliau mengajar aku saat kelas 7, tapi teknik mengajarnya adalah yang paling kusukai. How come? Bu Titin mengajarkan cara yang cepat, style aku banget dah pokoknya! Aku memang sudah suka matematika sejak kecil, fyi. Satu-satunya hal yang memberatkanku masuk bahasa adalah berkurangnya waktuku belajar matematika. Hahaha.

SMA

Kelas 11 dan 12 di kelas bahasa menjadi saat-saat paling berkesan. Hanya ada satu kelas bahasa di tiap paralel dan hanya ada enam belas peserta didik di kelasku. Privat? Ya! Haha!

Bu Rofi adalah wali kelasku selama di kelas bahasa. Beliau guru sastra Indonesia. Beliau guru yang tegas tapi santuy, jadi kami--aku maksudnya--sangat senang saat belajar sastra (meskipun sulit). 

Ada satu pesan Bu Aryani, guru bahasa Indonesiaku, yang masih aku ingat sampai saat ini. "Proses itu penting, jadikan itu sebagai senjata." Kalimat itu membuatku untuk selalu berusaha maksimal pada setiap proses yang aku jalani, tak hanya fokus pada hasil semata. 

Kuliah

Ilmu dari semua dosen berkesan buatku, namun, kalau harus menyebut dua nama yang sangat berkesan adalah beliau berdua, Pak Alim dan Pak Amir. 


Doa untuk semua guru-guruku, semoga Allah senantiasa melimpahkan kesehatan, nikmat, dan berkah bagi beliau semua. Aamiin.

Post a Comment

0 Comments