Sakit Gigi Bag. 7 (Finale): Pasrah dan Percayakan pada Ahlinya


Warning: Tulisan panjang dan mengandung hal-hal berhubungan dengan operasi, jarum suntik, darah, dan lain-lain.

Image from 12019

Mendengar kata operasi dan ruang operasi, apa yang teman-teman bayangkan? Hwaaaa, deg-degan rasanya. Lebih lagi, ini adalah kali pertama aku tidur di rumah sakit, diinfus, masuk ruang operasi, dan dibedah giginya. Seremkan? Awalnya iya. Ibuku di rumah sampai tidak bisa tidur tahu bahwa anaknya mau masuk ruang operasi. Bu, aku cuma mau cabut gigi, tapi dicabutnya di ruang operasi. Yah, namanya ibu-ibu pasti tetap khawatir.

Image by ZahidJavali

Hari Jumat ini adalah hari yang---emm---sebenarnya tidak cukup mendebarkan, karena aku sudah siap lahir batin, sih.

Pagi hari

Aku sudah sibuk sendiri, karena hari ini rencananya aku masih masuk kerja dulu. Rencananya, aku ke rumah sakit bersama suami sudah membawa tas kerja, berseragam batik formal, dan bersepatu layaknya orang mau masuk kerja. Pukul 06.10, kami sudah tiba di rumah sakit. Suasana masih hening dan sepi. Kami dapat antrian rawat inap nomor satu, namun harus mengantri karena petugas masih terbatas pada pagi hari. Pukul 06.45, pendaftaranku diproses dan you know what, aku harus mulai masuk ruang rawat inap pagi itu juga! Well, sebenarnya aku dan suami sama-sama tidak tahu kalau harus di rumah sakit sejak pagi. Yah, mau bagaimana lagi :D Padahal, surat izin yang aku tulis untuk atasan itu untuk hari Sabtu dan rencana kuserahkan hari itu saat berangkat kerja. Haha.

Akhirnya, selang beberapa menit kemudian, petugas rawat inap menjemputku di lobi, ehm, jalan kaki, kok. Sesampai di ruang rawat inap, perawat menanyaiku beberapa hal terkait kesehatan dan memintaku untuk menunggu sebelum diberi infus. Bisa makan dan minum dulu karena mulai jam 10.00 hingga jam 16.00 aku harus puasa.

Suamiku pun akhirnya pulang dahulu mengembalikan laptop dan buku kerja untuk ditukar dengan barang-barang keperluan selama di rumah sakit, membeli sarapan, dan kuminta tolong pula mengantarkan surat izin yang kutulis dadakan pagi itu ke tempat aku bekerja, yang Alhamdulillah dekat juga.

Pagi itu, sambil menonton channel masak-memasak di TV, aku menunggu perawat untuk memasang infus. Sekitar pukul 08.00, perawat datang dan melakukan percobaan pertama di punggung tangan kiriku, yang... gagal, Saudara-saudara. Tanganku membengkak dan mengeluarkan darah. Percobaan kedua di punggung tangan kanan, ... gagal lagi, sedikit bengkak tapi tidak berdarah. Kata perawat, pembuluh venaku kecil. Ya gimana ya sus, memang kecil dari sononya :( Akhirnya perawat akan mencoba lagi dalam 30 menit. Percobaan ketiga, kembali di tangan kanan yang ... gagal lagi :( OMG. Akhirnya, sekitar pukul 09.30, perawat kembali bersama seorang dokter muda yang membantunya, dan berhasil. Letaknya tidak di punggung tangan, tetapi agak menyamping, mencari pembuluh yang lebih besar.

Tangan aku diikat. Huhu. 

Siang hari

Perawat memeriksa keadaanku siang itu dan memberitahukan bahwa aku akan masuk ke ruang operasi pukul 14.00. Cepat kali, Sus! Padahal jadwal tindakanku pukul 16.00. Yamasa nunggu di ruang operasi dua jam. Benar saja, perawat memindahkanku ke ruang tunggu operasi. Suamiku harus menunggu di luar, dong.

Sepertinya aku kebanyakan nonton drama. Masuk ke ruang tunggu operasi, aku melalui pintu berlapis-lapis, sekitar 3--4 pintu. Sudah pasrah dan tinggal percaya pada dokter dan tenaga medis. Selalu ingat ini, banyak membuatku lebih tenang, karena aku memasrahkan pada ahlinya.
Sumber

Masuk di ruang tunggu operasi, aku sendirian di sana, tidak ada pasien lain. Oleh dokter anestesi, aku ditanyai beberapa hal dan diminta berganti baju operasi. Dibantu perawat, tentunya. Selang beberapa menit, seorang ibu baru saja keluar dari ruang operasi dan mendadak ada rasa yang tak terterjemahkan begitu mendengar suara mesin ventilator. Ada juga setelahnya, bayi yang baru lahir ditempatkan di sebuah inkubator di samping kiriku. Okedeh, lihat dedek bayi saja.

Sekitar pukul 14.40 aku masuk ke ruang operasi, lagi-lagi melalui pintu berlapis-lapis. Haha. Oleh petugas, tekanan darah dan detak jantung diperiksa dan dihubungkan ke sebuah mesin--itukah yang namanya ventilator? Aku tidak paham. Dan juga, pulse oximeter (CMIIW) dipasang di ibu jari. Lampu-lampu besar, monitor, meja berisi jarum-jarum, jam dinding, adalah yang menemaniku menunggu waktu.

Tak lama kemudian dokter anestesi dan tim masuk ke ruang operasi. Aku tanya padanya, "Operasi dimajukan, ya, Dok? Dokter Devi sudah datang?" Beliau jawab iya dan dokter Devi sedang ganti baju. Salah satu tim mengambil jarum besar, dan sebelum menyuntikkan ke selang infus, dokter berkata, "Jangan lupa berdoa dulu." Aku sudah berdoa dari tadi, Dok. Kulafalkan basmallah saat melihat jarum disuntikkan dan perlahan rasa kantuk menyergap.

Pascatindakan

Sayup-sayup mataku terbuka, yang kuingat, suamiku lagi apa ya? Haha. Aku mulai mengedip-ngedipkan mata dan kuliahat jam dinding yang ada tepat di depanku. Pukul 16.00. Tindakan sudah selesai.

Aku menggerak-gerakkan jariku, mencoba memanggil perawat ataupun dokter. Why? Tenggorokanku terasa gatal dan mulutku seperti penuh liur bercampur darah. Napas masih agak sulit karena ada selang di mulut dan ternyata ada alat bantu pernapasan juga.

Alhamdulillah, di samping kiriku ada seorang ibu habis melahirkan yang mendengarku memanggil perawat, jadi beliau yang memanggilkan--yes, suaraku terdengar seperti orang berbisik karena belum bisa buka mulut lebar-lebar. Terima kasih, Bu! Perawat menghampiriku dan kubilang aku ingin meludah. Benar, banyak darah. Tenggorokan gatal dan ingin rasanya batuk-batuk. Aku juga harus bernapas lewat mulut. Kubilang, "Haus, Sus.." But, I couldn't drink at least for two hours. Okay. 

Satu jam berlalu, tenggorokan berangsur membaik dan aku bisa bernapas lebih lancar juga. Pukul 18.10, aku diantar kembali ke ruang rawat inap. Suamiku sudah menunggu di luar ruang operasi. He felt so relieved, cause everything was over. 

Kembali ke ruang rawat inap, aku diperbolehkan untuk makan dan minum, kain kasa di dalam mulut juga boleh dibuang. Alhamdulillah sekali lagi, aku tidak merasakan sakit sedikitpun, nyeri pun tidak. Lega sekali. Doa orang tua dan doa suami, serta keluarga yang tahu membuat ini lebih mudah, menurutku. Juga pasrah dan percaya.

Malam itu, aku menginap di rumah sakit. Aku bisa tidur dengan nyaman dan pulas, untuk kembali ke rumah keesokan harinya.

Sabtu pagi

Bangun dalam kondisi segar, suara sudah pulih, makan minum lancar, sudah bisa nyanyi-nyanyi juga. Haha. Kami keluar rumah sakit sekitar pukul 11.00 setelah mendapat persetujuan dokter, tentunya juga setelah administrasi selesai dan obat diberikan. Alhamdulillah, dari awal periksa di klinik hingga tindakan di rumah sakit, semuanya dijamin oleh BPJS.

Sekarang saatnya pemulihan dan Insyaallah kontrol sekitar 1-2 minggu lagi.

End.

Tautan lain:
Sakit Gigi Bag. 1
Sakit Gigi Bag. 2
Sakit Gigi Bag. 3
Sakit Gigi Bag. 4
Sakit Gigi Bag. 5
Sakit Gigi Bag. 6
Kesan-kesan RS

Post a Comment

2 Comments

  1. Wah, sudah the end aja. Oke, makasih bu buatku story ini informasi yg bagus sekali dan sangat aku butuhin saat ini. Huhu, tapi ak gatau kapan bisa nyusul, masih belum begitu siap buat cabutnya šŸ˜Œ

    ReplyDelete
    Replies
    1. Begitu selesai, langsung aku tulis. Yah, biar aku sendiri nggak lupa alurnya sih. Syukur2 bermanfaat buat orang lain informasinya šŸ˜„ Kalau udah sakit nggak tertahan, buruan dicabut. šŸ˜

      Delete
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)